Soal Kepulauan Derawan
- Alen Nolan Tanoyo
- Jan 3, 2017
- 1 min read
Untuk teman-teman yang mengikuti perkembanganku di Instagram, mungkin kalian tahu kalau aku mengunjungi Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur akhir Desember lalu. Bersama keluarga dan teman-teman, aku melihat banyak pemandangan yang spektakuler dan banyak jenis hewan air yang menakjubkan. Dari pulau terpencil yang muncul tergantung pada pasang surut laut, sampai terumbu karang yang berwarna-warni seperti pelangi semua sudah kulihat. Tapi ada sesuatu yang menggangguku selama perjalananku disana.
Kita bersinggah di Pulau Derawan (bukan Kepulauan Derawan) yang seharusnya begitu indah dan tidak memiliki jejak-jejak kerusakan oleh manusia. Meskipun itu, aku masih melihat sampah; sampah yang dibuang oleh para turis yang belum mengerti bahwa ekosistem laut adalah sesuatu yang rapuh dan sampah itu bisa hanyut entah kemana. Turis-turis yang menggangap Derawan sebagai rumah mereka sendiri dan tidak menghormati alam yang sudah ada sebelum manusia diciptakan! Turis-turis yang meminta hewan-hewan seperti pari manta dan hiu paus untuk muncul karena kedatangan mereka – tanpa mengakui kalau mereka adalah hewan liar dan keberadaan kita bisa mengganggu gaya hidup mereka!
Ini pesanku: jika mengunjugi tempat-tempat wisata yang berhubungan dengan alam liar, jangan dianggap ringan. Keberadaan alam liar kita adalah sebuah anugerah yang begitu megah dan rapuh. Kita datang kesana sebagai pengganggu; di tempat yang harusnya bebas manusia. Kita bisa sekurang-kurangnya menghormati alam – semisal; jangan terlalu mengejar hewan liar – mungkin mereka bermigrasi dan harus mencapai tempat tertentu untuk berkambang biak. Dengan hal-hal kecil seperti ini, umat manusia minimalisasikan dampak kita terhadap alam dan hewan yang tinggal disana.

Comments